Sermon Tone Analysis

Overall tone of the sermon

This automated analysis scores the text on the likely presence of emotional, language, and social tones. There are no right or wrong scores; this is just an indication of tones readers or listeners may pick up from the text.
A score of 0.5 or higher indicates the tone is likely present.
Emotion Tone
Anger
0.07UNLIKELY
Disgust
0.1UNLIKELY
Fear
0.11UNLIKELY
Joy
0.22UNLIKELY
Sadness
0.17UNLIKELY
Language Tone
Analytical
0UNLIKELY
Confident
0.29UNLIKELY
Tentative
0UNLIKELY
Social Tone
Openness
0.1UNLIKELY
Conscientiousness
0.13UNLIKELY
Extraversion
0.44UNLIKELY
Agreeableness
0.6LIKELY
Emotional Range
0.2UNLIKELY

Tone of specific sentences

Tones
Emotion
Anger
Disgust
Fear
Joy
Sadness
Language
Analytical
Confident
Tentative
Social Tendencies
Openness
Conscientiousness
Extraversion
Agreeableness
Emotional Range
Anger
< .5
.5 - .6
.6 - .7
.7 - .8
.8 - .9
> .9
Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
()
Ku kasihi Kau dengan kasih Tuhan
Ku kasihi Kau dengan kasih Tuhan
Ku kasihi Kau dengan kasih Tuhan
Ku lihat di wajah-Mu
Kemuliaan Bapa
Ku kasihi Kau dengan kasih Tuhan.
Pendahuluan
Teman-teman, pernah ndak terpikir bahwa dunia saat ini sebenarnya sedang kelaparan.
Pertama-tama, ada di bagian dunia tertentu, masyarakatnya sedang mengalami kelaparan secara fisik.
Tentu kalau di Afrika sana, terdapat Problem-problem demikian.
Tapi, bagi saya kelaparan yang kedua ada di dalam kelaparan Spiritual.
Seringkali kita melihat bahwa sebenarnya orang membutuhkan Tuhan.
Karena itu, lagu-lagu agama dan juga model-model spiritualitas Timur menjadi sangat laku.
Tapi, bagi saya hal yang menarik adalah ada jenis kelaparan yang ketiga, yaitu lapar akan orang benar.
Nah, firman Tuhan berkata: “Berbahagialah orang yang haus dan lapar akan kebenaran, karena dia akan dipuaskan.”
Pertanyaannya, apakah yang dimaksud dengan lapar dan haus oleh kebenaran?
Sudah berapa lama gereja hadir di Indonesia?
Inilah yang akan menjadi perenungan kita bersama.
Kira akan merenungkan dua perenungan saja pada malam ini.
Pertama, lapar dan haus akan kebenaran dapat diartikan sebagai menjadikan kebenaran itu sebagai sumber kehidupan.
Kebanyakan setuju bahwa gereja hadir di Indonesia pada tahun 1600-an, bahkan ada kemungkinan sudah lebih lama lagi.
Jadi kira-kira sudah sekitar 500 tahun gereja ada di Indonesia ini.
Tapi pertanyaanya, ada berapa orang yang seperti Ahok ini? Maksud saya adalah
Berapa banyak orang Kristen yang berani melakukan kebenaran dan juga menghidupi imannya?
Bagi saya, menghidupi iman Kristen dapat diartikan sebagai lapar akan kebenaran.
Nah saya ingat ada satu quote dari teman saya yang kira-kira bilang begini:
Kita kagum akan satu orang Ahok, tapi Indonesia membutuhkan Ahok-Ahok yang lain.
Jadi, mari kita melihat ironinya, teman-teman.
Dunia ini lapar akan orang-orang yang benar, tapi adakah orang-orang Kristen yang ada di Indonesia ini lapar akan kebenaran?
Lebih jauh lagi, apakah kita mempunyai kelaparan akan kebenaran?
Kiranya Allah menguatkan kita.
[Mat.
5:6a] Menjadikan Kebenaran Sebagai Sumber Kehidupan
Saya mau tanya kepada teman-teman: “Kapan terakhir kali teman-teman berpuasa?”
Nah, pertanyaan yang saya mau tanyakan adalah “Berapa lama teman-teman dapat berpuasa?”
Ada yang pernah ikut puasa 40 hari model Tuhan Yesus?
Dijamin kurus.
Ada yang pernah tidak makan satu hari penuh?
Tentu makanan merupakan hal yang sangat fital sekali di dalam kehidupan kita.
Kalau tidak makan ataupun minum selama beberapa hari saja, rasanya kita tidak tahan dan kita akan mencarinya.
Makanan adalah sumber kehidupan kita.
Kalau tidak ada makanan, kita tidak dapat beraktivitas ataupun tidak dapat melakukan apa-apa.
Nah, “lapar dan haus” akan kebenaran juga digambarkan seperti demikian.
Bisa dibilang kalau lapar dan haus akan kebenaran dapat diartikan menjadikan kebenaran itu sebagai “sumber” makanan kita ini.
Kalau kita tidak melakukan kebenaran, rasanya tidak bisa deh.
Kalau kita tidak melakukan kebenaran, rasanya ada yang salah.
Ini kira-kira semacam cara pikirnya.
Tapi, rasanya zaman ini merupakan zaman yang edan.
Seringkali orang tidak peduli dengan yang namanya kebenaran.
Pada bagian yang awal tadi, saya sempat membahas kalau dunia ini begitu lapar akan kehadiran orang-orang yang benar.
Mengapa saya mengatakan demikian?
Karena pada zaman ini, memang orang-orang begitu tidak peduli dengan kebenaran.
Misalkan saja, kalau kita melihat para politikus yang ada di layar kaca.
Walau mereka sudah tersandung kasus korupsi ataupun kasus pidana, muka mereka masih terlihat biasa saja.
Bahkan, di belahan dunia yang lain, seringkali ada video yang menggambarkan betapa cueknya seseorang dengan orang yang tertabrak ataupun ditusuk atau dirampok.
Betapa mengerikannya dunia ini, bahkan para polisi ataupun jaksa yang seharusnya menegakkan hukum malah ikut ambil andil dengan berbagai pencurian uang.
Tapi anehnya, koruptor manapun, yang mencuri uang negara, tidak mau uangnya dicuri.
Sejahat-jahatnya orang dengan tidak memperdulikan orang lain ketika melihat orang yang dia kenal dirampok pun tidak mau kalau ada perampokan yang terjadi pada orang yang dia kenal.
Aneh bukan?
Karena itu, mari kita pikir sejenak nih mengenai keseharian kita.
Saya pikir, saat ini kita memerlukan orang yang menjadikan kebenaran sebagai pusat kehidupannya.
Saya ingin kita melihat satu buah video yang menarik.
Saya suka sekali video ini, banyak pemikiran yang menarik sekali.
[Video: 1+1=5] Teman-teman, kalau anak ini, untuk suatu persamaan sederhana saja dapat mempertaruhkan nyawanya, mengapa kita tidak dapat melakukan hal yang sama?
Kalau dunia ini membutuhkan orang-orang yang melakukan kebenaran, mengapa kita tidak melakukan hal yang sama?
Mungkin teman-teman sekarang bertanya sama saya: “bro, apa maksudnya melakukan kebenaran?
Heloooo G perlu jadi Ahok gitu?” Tentu maksud saya, sebenarnya melakukan kebenaran itu seharusnya dilakukan setiap saat bahkan di dalam setiap waktu kita.
Seorang yang bernama Kevin J. Vanhoozer menyatakan demikian kita sebagai seorang Kristen adalah seorang martir kebenaran.
Maksudnya apa? Seseorang yang berani mati, menderita demi kebenaran injili dan juga terus bersaksi mengenai kebenaran injili.
Apakah kebenaran injili itu?
Kebenaran bahwa Yesus telah mati dan juga bangkit dan menyelamatkan manusia berdosa seperti anda dan saya.
Karena itu, lapar dan haus akan kebenaran dapat diartikan bahwa kita terus menerus melakukan kebenaran di dalam keseharian kita, bahkan lewat hal-hal yang paling kecil.
Mari kita merenung sejenak.
Saya mempunyai beberapa pertanyaan sebagai beberapa poin yang dapat direnungkan:
Buat teman-teman yang sedang dagang, apakah kita bayar pajak dengan benar atau tidak?
Apakah kita datang tepat waktu atau tidak?
Teman-teman yang masih kuliah, apakah kita masih menyontek atau tidak?
[] Mereka terus menerus mencari Kebenaran
Apakah kita sudah mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kita?
Apakah kita sudah memperlakukan semua orang dengan sopan?
Apakah kita sudah bekerja dengan rajin?
Sebagai guru, sudahkan kita mempersiapkan bahan pengajaran dengan baik?
Sebagai pekerja di bank, sudahkah kita mempersiapkan pekerjaan kita dengan maksimal?
Apakah kita sudah belajar menghormati atasan kita walaupun dia memang tidak “layak” untuk dihormati?
Apakah kita sudah berdoa bagi bangsa dan negara?
Apakah sebagai guru kita sudah
dsb.
Firman Tuhan berkata: “berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran.”
Bagi saya, hal yang menarik adalah frasa yang digunakan pada bagian selanjutnya yaitu frasa “karena dia akan dipuaskan.”
Inilah perenungan kita yang kedua.
Nah, kalau sebelum
[] Dipuaskan oleh Allah
Teman-teman, firman Tuhan menyatakan bahwa ketika seseorang melakukan kebenaran Allah ini, maka dia akan dipuaskan oleh Allah.
Nah, ada kesan bahwa ketika kita menjadi pelaku kebenaran ini, ada suatu rasa aman dan juga tentaram.
Teman-teman, salah satu pertanyaan yang ada di katekismus Westminster menyatakan demikian:
Apakah tujuan utama dan tujuan akhir tertinggi dari manusia?
(What is the chief and highest end of man?)
(What is the chief and highest end of man?)
What is the chief and highest end of man?
< .5
.5 - .6
.6 - .7
.7 - .8
.8 - .9
> .9